Lihat Sulteng – Wakapolda Sulteng Brigjen Pol. Dr. Helmi Kwarta Kusuma Putra Rauf mewanti-wanti jajarannya dalam penggunaan senjata api (senpi).
Hal itu disampaikannya dalam pelaksanaan coffe morning bersama seluruh pejabat utama Polda Sulteng, Senin (9/12/2024).
“Para Kasatker dan Kasatwil agar terus mengingatkan anggotanya tentang penggunaan senjata api,” kata Wakapolda Sulteng.
Helmi juga meminta agar terus dilakukan pengawasan melekat, periksa ijin membawa senpi dan cek kebersihan senjata. Utamakan selektif prioritas personel yang diberikan ijin untuk memegang senpi tentunya dilakukan sesuai prosedur.
“Latihkan kemampuan dan ketrqmpilan penggunaan senjata api dan ingatkan aturan penggunaan senpi oleh anggota Polri saat menjalankan tugas,” pungkasnya.
Bukan tanpa alasan Wakapolda Sulteng Instruksikan jajarannya dalam penggunaan senpi karena adanya beberapa peristiwa di tanah air yang menyebabkan korban meninggal karena penggunaan senpi oleh oknum anggota Polri sehingga menjadi perhatian publik.
Sementara itu Kabidhumas Polda Sulteng melalui Kasubbid Penmas AKBP Sugeng Lestari menerangkan, penggunaan senjata api oleh anggota Polri diatur dalam Perkap Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta Perkap Nomor 1 tahun 2009 tentang Penggunaan Kekuatan dalam Tindakan Kepolisian.
Lanjut Kasubbid Penmas menyebut, Berdasarkan Pasal 47 Perkap Nomor 8 Tahun 2009 disebutkan bahwa:
(1) Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan
untuk melindungi nyawa manusia.
(2) Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk:
a. dalam hal menghadapi keadaan luar biasa;
b. membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat;
c. membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat;
d. mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang;
e. menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan
f. menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.
Lanjut AKBP Sugeng menyebut didalam Pasal 8 ayat [1] Perkap Nomor 1 Tahun 2009 dijelaakan, Penggunaan senjata api oleh polisi dilakukan apabila:
a. tindakan pelaku kejahatan atau tersangka dapat secara segera menimbulkan luka parah atau kematian bagi anggota Polri atau masyarakat;
b. anggota Polri tidak memiliki alternatif lain yang beralasan dan masuk akal untuk menghentikan tindakan/perbuatan pelaku kejahatan atau tersangka tersebut;
c. anggota Polri sedang mencegah larinya pelaku kejahatan atau tersangka yang merupakan ancaman segera terhadap jiwa anggota Polri atau masyarakat.
Pada prinsipnya, didalam Pasal 8 ayat [2] Perkap Nomor 1 Tahun 2009 diterangkan, penggunaan senjata api merupakan upaya terakhir untuk menghentikan tindakan pelaku kejahatan atau tersangka.
Jadi, penggunaan senjata api oleh polisi hanya digunakan saat keadaan adanya ancaman terhadap jiwa manusia. Pasal 48 huruf b Perkap Nomor 8 Tahun 2009 juga menjelaskan, Sebelum menggunakan senjata api, polisi harus memberikan peringatan yang jelas dengan cara:
1. menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota Polri yang sedang bertugas;
2. memberi peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya; dan
3. memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi
Sebelum melepaskan tembakan, polisi juga harus memberikan tembakan peringatan ke udara atau ke tanah dengan kehati-hatian tinggi dengan tujuan untuk menurunkan moril pelaku serta memberi peringatan sebelum tembakan diarahkan kepada pelaku, hal ini ditegaskan dalam Pasal 15 Perkap Nomor 1 Tahun 2009
Pengecualiannya yaitu dalam keadaan yang sangat mendesak di mana penundaan waktu diperkirakan dapat mengakibatkan kematian atau luka berat bagi petugas atau orang lain di sekitarnya, peringatan tidak perlu dilakukan (Pasal 48 huruf c Perkap Nomor 8 Tahun 2009), pungkasnya.