Lagi! Petani sawit di Buol terancam kriminalisasi PT HIP

LihatSulteng.com – Sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Pepatah ini seakan menggambarkan nasib Saludin Mahadi, warga Desa Winangun, Kecamatan Bukal, Kabupaten Buol.

Dalam rilis tertulis yang diterima redaksi LihatSulteng.com dari Forum Petani Plasma Buol (FPPB), Jumat (23/8/2024) sore, bukannya beroleh kejelasan atas status kemitraan dan keuntungan bagi hasil atas pemakaian lahan bersertifikat dalam skema kemitraan perkebunan sawit dengan PT Hardaya Inti Plantations (HIP) kurun 16 tahun terakhir, Saludin justru terancam kriminalisasi dari anak perusahaan Central Cipta Murdaya (CCM) Grup itu.

Indikasi tersebut bermula ketika Saludin dan ratusan petani sawit yang tergabung dalam Koperasi Tani (Koptan) Amanah—salah satu mitra plasma PT HIP—menuntut penghentian sementara dan pemanenan paksa di atas lahan miliknya, Senin (19/8/2024).

Tiga hari berselang, Kamis (22/8) malam, sekitar 12 orang personel Kepolisian Resor (Polres) Buol mendatangi Saludin di kediamannya. Salah seorang anggota Polres Buol bernama Aipda I Komang Aliastra mengaku, pihaknya menerima laporan pencurian buah sawit yang diduga dilakukan oleh Salahudin.

Merasa tak terima dengan aduan tersebut, Maning Abd. Aziz, istri Saludin kemudian memberikan pembelaan kepada aparat keamanan. Maning menyatakan jika suaminya tak laik dipanggil, baik sebagai saksi dalam laporan tersebut.

Baca Juga :  Libatkan Aparat Gabungan, Petani Sawit di Buol Nilai PT HIP Langgar Prinsip Kemitraan

“Tuduhan itu datang dari PT HIP, beberapa bulan lalu. Itupun sebenarnya tuduhan palsu, dan terungkap dalam kesaksian salah satu petugas keamanan PT HIP yang mengetahui peristiwa itu,” ungkap Maning.

Maning bilang, petugas keamanan PT HIP atas nama Agusman kebetulan berpapasan dengan Saludin yang baru saja memanen buah sawit di kebun mandiri miliknya. Tetapi, aktivitas tersebut justru dipotret oleh petugas kemanan lain bernama Noho dan itulah yang menjadi landasan tuduhan terhadap Saludin.

“Suami saya (Saludin, red) tidak tahu sudah difoto pas babawa itu sawit. Nanti berapa minggu begitu baru sadar ternyata foto-foto itu dijadikan salah satu bukti yang kemudian dilaporkan oleh PT HIP ke Polres Buol,” kata Maning.

Maning dan Saludin tentu kesal dengan pelaporan itu. Sebab, tuduhan pencurian itu tidak tepat lantaran Saludin memang memanen buah sawit di tanah yang memang statusnya Sertifikat Hak Milik (SHM) atas namanya, bukan PT HIP.

Bahkan, Maning mengajak pihak kepolisian untuk berkunjung ke lokasi kebun miliknya yang diklaim sebagai wilayah perusahaan sampai harus dituduh mencuri. Maning juga bersedia menujukkan bukti-bukti pendukung asalkan Saludin tak digelandang ke kantor polisi.

Baca Juga :  Pimpin Gelar Operasional, Kapolda Sulteng Tekankan Kesiapan dan Soliditas di Pilkada 2024

Sedangkan, Seniwaty selaku Sekretaris FPPB—salah satu kelompok yang mengadvokasi problem petani sawit di Buol—menyatakan ada kejanggalan di balik perkara ini. Pun, Salahudin Mahali tak seharusnya diperlakukan seperti seorang pelaku kriminal.

“Polres Buol menjemput Saludin Mahali tanpa menunjukkan surat tugas atau surat resmi permintaan keterangan terhadap korban atas laporan tersebut. Kami menduga upaya ini demi meredam eskalasi para petani sawit yang kurun lima hari terakhir berhadapan dengan aparat gabungan Polri, TNI, dan security PT HIP mengenai tuntutan kejelasan status kemitraan dengan PT HIP,” ujar Seniwaty

“Pak Saludin ini pemilik lahan kemitraan. Tetapi, ia pernah jadi buruh tempel (tanpa jaminan kerja) di tanah miliknya. Itupun terpaksa supaya bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarganya setiap hari sambil menunggu hasil tanaman jagung. Ia juga pernah melamar sebagai buruh di kebun plasma, tetapi ditolak lantaran usianya sudah tua. Sekarang, dikriminalisasi dengan tuduhan mengada-ada,” tambahnya.

Baca Juga :  Sulteng kembali raih medali emas, kini mengoleksi 18 medali di PON 2024

Masifnya percobaan kriminalisasi ini, sambung Seniwaty, karena PT HIP berusaha memanen paksa di kebun kemitraan tetapi terus ditolak dan dihentikan oleh petani yang notabene punya hak atas kepemilikan lahan tersebut.

“Ini cuma cara-cara PT HIP mau menguasai lahan warga. Karena pernah seorang petugas keamanan PT HIP bilang ke petani, bahwa PT HIP sudah membeli tanah mereka. Hanya saja, tak diindahkan karena petani lebih tahu kepemilikan tanah mereka sesuai SHM yang mereka punya,” imbuhnya.

Berdasarkan rentetan peristiwa tersebut, termasuk agenda-agenda yang melibatkan Koptan Amanah dan Pemerintah Kabupaten Buol di balik polemik ini, lanjut Seniwaty, bukanlah mencerminkan penyelesaian secara perdata atau perselisihan kemitraan sebagaimana amar putusan majelis KPPU RI.

“Masyarakat dengan hormat meminta kepada kapolres Buol dan kapolda Sulteng, untuk memeriksa perkara ini lebih teliti dan berkeadilan. Tidak tepat rasanya, tuntutan dan aksi para petani sawit didalilkan sebagai tindak pidana karena mereka hanya meminta keadilan atas skema kemitraan yang selama ini berlangsung dengan PT HIP,” pungkasnya. (RDR)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *