Catatan Hari Tani Nasional 2024; Petani dan aktivis soroti minimnya penyelesaian sederet konflik agraria di Sulteng

LihatSulteng.com – Hari Tani Nasional (HTN) kembali diperingati pada 24 September 2024. Meski telah dirayakan kurun 64 tahun terakhir–merujuk tahun terbitnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 5/1960–tetapi ternyata para petani belum merasakan kesejahteraan. Bahkan, tidak sedikit dari mereka terjerumus dalam lubang konflik agraria.

Hal itu terungkap dalam orasi-orasi politik yang digelar Aliansi Rakyat Sulawesi Tengah (Sulteng) dengan menyasar sejumlah institusi seperti Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (TNLL), Kantor Wilayah (Kanwil) Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sulteng, dan Gubernur Sulteng.

Berdasarkan pantauan media LihatSulteng.com, Aksi HTN ke-64 yang digelar di Palu itu diikuti hampir 100-an orang yang terdiri dari para petani, lembaga swadaya masyarakat (LSM), komunitas, mahasiswa, dan pemuda, berasal dari sejumlah daerah di Sulteng yang beberapa tahun terakhir mengalami konflik agraria.

Koordinator Wilayah (Korwil) Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Sulteng, Doni Moidady, saat ditemui di Sekretariat KPA Sulteng, Jalan Yodjokodi, Palu, Selasa (24/9/2024) siang, membenarkan adanya konflik agraria yang terjadi hampir 13 daerah tingkat II di Sulteng.

Baca Juga :  Bakal Kandidat di Pilkada Sulteng 2024 Ingin Susun Visi-Misi? Berikut Penjelasan KPU dan Bappeda

“Kalau berdasarkan inventarisasi kami, wilayah yang terjadi konflik agraria itu antara lain empat desa di Dolo dan  Tanambulava (Kabupaten Sigi), Dongi-Dongi (perbatasan Kabupaten Poso dan Sigi), Patung Kuda Talise-Tawaeli (Kota Palu), Lore Bersaudara (Kabupaten Poso), serta beberapa desa di Morowali,” ungkap Doni, sapaan akrabnya.

Doni menjelaskan, untuk konflik agraria yang terjadi di Tanambulava dan Dongi-Dongi itu bersinggungan dengan pihak Balai Besar TNLL. Tetapi, Doni bilang, keduanya memiliki kasus yang berbeda antara satu sama lain.

“Serikat Petani Sigi (STS) yang menjadi wadah advokasi petani di Dolo dan Tanambulava, itu persoalannya lantaran Balai Besar TNLL mencaplok lahan yang dikuasai petani dengan status Sertifikat Hak Milik (SHM) dan warisan. Kalau yang diperjuangkan kawan-kawan di Forum Petani Merdeka (FPM) di Dongi-Dongi adalah reclaiming alias usaha untuk mengeklaim kembali hak mereka dari penguasaan Balai Besar TNLL,” tutur Doni.

Koordinator KPA Sulteng, Doni Moidady (pegang mikrofon), saat menyampaikan aspirasi kepada Tenaga Ahli Gubernur Sulteng, Ridha Saleh. | Foto: LihatSulteng.com/RDR

“Selanjutnya, yang diwilayah Kota Palu itu karena pascabencana ada proyeksi peningkatan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Palu yang terkoneksi dengan Ibu Kota Nusantara (IKN). Kalau Lore Bersaudara itu berkaitan dengan patok-patok Badan Bank Tanah yang berdiri di atas tanah eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Hasfarm yang kini dikelola masyarakat. Sementara yang di Morowali itu yang bersinggungan dengan masyarakat Topogaro dan PT IHIP/BTIIG,” jelasnya.

Baca Juga :  Perketat keamanan, KPU Sulteng batasi jumlah simpatisan dampingi bacalon ketika pendaftaran

Kendati marak konflik agraria di sejumlah daerah, sambung Doni, pemerintah sama sekali abai dengan penyelesaian yang berpihak kepada petani, bahkan jauh dari dari cita-cita reforma agraria.

“Reforma agraria hanya dijalankan sebatas sertifikasi lahan, tapi tidak menyasar konflik agraria. Konflik antarpetani dengan industri ektraktif di Morowali, Balai Besar TNLL yang memasang patok-patoknya di tanah bahkan halaman belakang rumah petani seperti di alami petani di STS dan FPM,” ujar Doni.

“Reforma agraria hanya sebatas gula-gula. Selain, masih banyak konflik agraria, para aktivis dan petani rentan dikriminalisasi. Padahal, dua tahun lalu sudah ada wacana pembentukan Tim Adhoc Penyelesaian Konflik Agraria, tapi sampai saat ini, belum ada kemauan politik dari Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah untuk menyelesaikan itu,” terangnya.

Baca Juga :  Polresta Palu Tangkap 20 Tersangka Jatanras Periode Juli 2024, Satu Pelaku Beroperasi di 25 Lokasi

Sementara di kesempatan terpisah, Tenaga Ahli Gubernur Sulteng, Ridha Saleh, mengeklaim jika Pemprov Sulteng secara khusus Gubernur Sulteng, Rusdy Mastura, telah berupaya menyelesaikan konflik-konflik di sektor agraria. Bahkan, katanya, Pemprov Sulteng telah meredistribusi lahan kepada masyarakat di sejumlah daerah.

“Sampai sekarang sudah 48 kasus yang kami mediasi dan selesaikan. Kedua, di Kulawi (Sigi) kami sudah melepas tanah 300 hektare, di Mbuwu (Donggala) kami juga lepas 200 hektare, di Morowali Utara yang selama ini bersinggungan dengan PT Agro Nusa Abadi (ANA) seluas 940 hektare juga sudah dilepas oleh Bapak Gubernur. Insyaallah, ke depan, selama kasusnya jelas kami akan berupaya selesaikan dan memprioritaskan tanah-tanah untuk diredistribusi ke para petani,” jelas pria yang karib dengan sapaan Edang ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *