PALU, LIHATSULTENG.COM– PT Hannah Asa Indonesia menggelar Workshop Offtaker bertajuk Potensi dan Tren Usaha Pengembangan Perhutanan Sosial di Lanskap Cagar Biosfer Lore Lindu.
Berlangsung di salah satu hotel Jalan Batavia, Kelurahan Birobuli Utara, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, Kamis (15/5/2025)
Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi antara PT Hannah Asa Indonesia dan Balai Perhutanan Sosial Wilayah Manado, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah.
Tujuan utama dari workshop ini adalah untuk memperkuat ekosistem usaha perhutanan sosial, khususnya dalam hal penguatan rantai pasok, peningkatan daya saing produk, serta memperluas akses pasar hasil hutan bukan kayu (HHBK).
Melalui forum ini, para peserta diajak mengidentifikasi potensi dan tren usaha perhutanan sosial berdasarkan hasil survei lapangan dan analisis pasar, sekaligus menyusun rencana aksi bersama untuk mendorong efisiensi produksi dan distribusi yang lebih optimal.
Selain mempertemukan kelompok masyarakat pengelola hutan dengan mitra industri dan pelaku perdagangan, workshop ini juga bertujuan membuka ruang kolaborasi multipihak dalam merancang strategi usaha yang inklusif dan berkelanjutan.
Founder Hannah Asa Indonesia, Mardiyah, menjelaskan bahwa kegiatan ini menghadirkan berbagai pemangku kepentingan, mulai dari akademisi, pelaku bisnis, komunitas, lembaga riset, pemerintah, hingga media.
Tujuannya, kata dia, adalah membangun pemahaman bersama mengenai potensi dan tantangan pengembangan HHBK di kawasan Cagar Biosfer Lore Lindu (CBLL), serta membuka jejaring antara kelompok usaha perhutanan sosial dengan pasar dan industri.
“Kami ingin mendorong perubahan ekonomi lokal agar masyarakat di sekitar kawasan hutan memiliki penghidupan yang lebih baik. Workshop ini kami rancang sebagai jembatan antara kelompok usaha rakyat dan dunia usaha,” ujar Mardiyah.
Ia juga menyinggung pentingnya ketahanan ekonomi masyarakat pascabencana gempa dan likuefaksi di Sulawesi Tengah tahun 2018 yang menimbulkan kerugian hampir Rp17 triliun dan merenggut lebih dari 4.300 korban jiwa. Menurutnya, perhutanan sosial menjadi salah satu instrumen strategis untuk membangun kembali ekonomi masyarakat yang lebih tangguh dan mandiri.
Sementara itu, Kepala Balai Perhutanan Sosial Wilayah Manado, Benny Ahadian Noor, memberikan apresiasi kepada PT Hannah Asa Indonesia atas peran aktifnya dalam mendorong penguatan usaha perhutanan sosial.
Ia menilai bahwa kegiatan semacam ini sangat penting untuk membangun jejaring pasar serta meningkatkan kapasitas kelompok usaha di tingkat tapak.
“Sejak 2017, kami melalui program FP3 telah memfasilitasi pembentukan kelompok perhutanan sosial, usaha perempuan, serta agroforestry di berbagai daerah. Kami juga mendukung mereka dengan pelatihan, bantuan alat, sertifikasi produk, hingga promosi dalam berbagai pameran lokal dan nasional,” jelas Benny.
Ia menambahkan, berbagai kelompok di Kabupaten Sigi dan Poso telah difasilitasi mengikuti pameran seperti Festival Danau Lindu, Festival Danau Poso, hingga ajang nasional seperti Indogreen dan Kehutanan.
Selain promosi, dukungan juga diberikan dalam hal pemasaran digital dan sertifikasi agar produk mereka lebih kompetitif.
Program Perhutanan Sosial sendiri merupakan kebijakan strategis dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang memberikan akses legal kepada masyarakat untuk mengelola kawasan hutan secara lestari.
Di Sulawesi Tengah, kawasan CBLL yang mencakup Kabupaten Sigi, Poso, Donggala, Parigi Moutong, dan Kota Palu menjadi prioritas karena nilai strategisnya sebagai bagian dari jaringan Cagar Biosfer dunia yang ditetapkan UNESCO.
Potensi hasil hutan bukan kayu dari wilayah ini seperti kopi, kakao, rotan, madu, dan jasa lingkungan wisata dinilai sangat menjanjikan untuk dikembangkan.
Namun, tantangan di lapangan masih cukup kompleks, seperti keterbatasan informasi pasar, kelembagaan yang belum kuat, serta kualitas dan kontinuitas produk yang belum konsisten dengan standar industri.
Melalui workshop ini, seluruh pihak diharapkan dapat memperkuat rantai nilai perhutanan sosial dan menjadikan kawasan CBLL sebagai model kolaboratif pengelolaan sumber daya alam yang lestari dan berdampak langsung pada peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan.