Tuntut pengesahan RUU PPRT, begini keluh kesah PRT di Palu

LihatSulteng.com –Tuntutan agar Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) 20219-2024 segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT), terus berulang disuarakan di sejumlah daerah.

Di Sulteng, sedikitnya ada 14 kelompok mulai dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), komunitas, hingga organisasi mahasiswa mendesak Parlemen Senayan–istilah lain DPR RI–untuk menyegerakan penetapan RUU PPRT menjadi UU PRT, sebelum masa sidang paripurna 2024 berakhir.

Di antara para aktivis dan perorganisasi masyarakat itu, adapula Hasna, satu dari sekian Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Palu yang ikut bergabung dalam Lembaga Jaringan Nasional Advokasi PRT alias Jala PRT.

Menurut Hasna, selama ini dirinya kerap diperlakukan tidak adil dan sewenang-wenang oleh majikannya. Sedikitnya ada tiga alasan, lanjut Hasna, yang menjadi alasannya meminta pengesahan RUU PPRT.

“Ketidakadilan yang saya terima selama ini soal gaji rendah, jenis pekerjaan, dan jam kerja yang tidak sesuai kesepakatan. Selama 10 tahun, saya digaji paling tinggi Rp1,5 juta setiap bulan. Selain itu, pekerjaan yang lakukan tidak sesuai dengan kesepakatan, misalnya cuma disuruh bersih-bersih rumah tetapi masih juga diminta jaga anak majikan. Biasa juga setelah selesai bekerja selama delapan jam, bos masih tambah pekerjaan lain tanpa dibayar lembur,” ungkap Hasna saat diwawancara LihatSulteng.comusai kampanye “Sahkan RUU PPRT” di depan Kantor DPRD Sulteng, Palu, Selasa (17/9/2024) siang.

Baca Juga : Koalisi Petisi Palu-Donggala gelar upacara bertajuk “Uwentumbu Merdeka dari Tambang”

Hasna menilai, status mereka sebagai PRT tak bisa dipandang lebih rendah dari kelompok pekerjaan baik informal maupun formal.

“Kami ini manusia, bukan robot yang dipekerjakan seenaknya. Kalau kami diperlakukan seperti itu, harusnya bisa terima gaji menyesuaikan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK). Contohnya, UMK Palu 2023 yang kurang lebih Rp3 juta,” tuturnya.

Merasa tidak beroleh keadilan atas kontribusinya selama ini, perempuan paruh baya ini akhirnya memilih keluar dari pekerjaannya. Atas dasar itulah, Hasna juga kerap terlibat dalam aksi yang diinisiasi Jala PRT, organisasi yang dipimpin Lita Anggraini atau aksi-aksi serupa di daerah, seperti Palu.

“Mau tidak mau saya keluar, daripada siksa batin dan fisik, apalagi umur saya semakin tua. Pemerintah dan anggota dewan harusnya menyediakan aturan hukum yang setidaknya bisa menjamin perlindungan, keselamatan, dan kesejahteraan kami para PRT ini,” jelasnya.

Baca Juga : Polda Sulteng kembali musnahkan lebih satu kilogram sabu, pelaku terancam lima tahun penjara

Perlu diketahui, persoalan yang mendera Hasna, menjadi salah tiga permasalahan dari sekian banyak permasalahan yang mendera kalangan PRT.

Dalam rilis tertulis Koalisi Rakyat Sulteng, para PRT kerap mendapatkan beban kerja tidak layak, upah tidak layak, tidak adanya jaminan kerja, tidak ada batasan jam kerja, hingga peristiwa penyiksaan.

“Para PRT mayoritas berasal dari pedesaan atau lingkungan miskin perkotaan dengan latar belakang pendidikan rendah. Budaya patriarki dan corak kapitalisme yang terus menguat, menjadikan mereka sebagai salah satu kelompok pekerja yang rentan terhadap perbudakan dan kekerasan,” demikian bunyi salah satu narasi Koalisi Rakyat Sulteng.

Koalisi Rakyat Sulteng juga menganalisis, imbas dari masalah struktural tersebut akhirnya menciptakan ketidakadilan dan masalah berikutnya bagi para PRT.

Baca Juga : Kapolda Sulteng: Penurunan Kasus Lakalantas Capaian Positif di Tahun 2024

“Mayoritas kasus yang dialami PRT antara lain kekerasan psikis (isolasi atau penyekapan), fisik (pemukulan dan penyiraman air panas), ekonomi (upah tidak dibayar, upah dipotong, pemberhentian tanpa menerima pesangon, dan pemutusan hubungan kerja sepihak), seksual (pelecehan dan pemerkosaan), sampai dengan ancaman perdagangan orang,” begitu bunyi narasi lanjutan Koalisi Rakyat Sulteng.

Saling beririsannya persoalan ini, sehingga para PRT di Palu dan Koalisi Rakyat Sulteng menuntut agar RUU PPRT yang mandek selama 20 tahun di DPR RI bisa segera disahkan. Ini juga demi meminimalisir semakin banyaknya barisan korban penyiksaan dan perbudakan dari kalangan PRT.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *